1. PENGERTIAN
KORPORASI
Kata korporasi secara etimologis dikenal dari beberapa bahasa, yaitu
Belanda dengan istilah corporatie,
Inggris dengan istilah corporation,
Jerman dengan istilah Korporation,
dan bahasa latin dengan istilah corporatio
(Muladi dan Dwidja Priyatno, 1991 : 12). Korporasi dilihat dari bentuk
hukumnya dapat diberi arti sempit maupun arti luas. Menurut arti sempit,
korporasi adalah badan hukum. Dalam arti luas korporasi dapat berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum. Dalam artinya yang sempit, yaitu sebagai
badan hukum, korporasi merupakan badan hukum yang keberadaan dan kewenangannya
untuk dapat atau berwenang melakukan perbuatan hukum diakui oleh hukum perdata.
Artinya hukum perdatalah yang mengakui keberadaan korporasi dan memberikannya
hidup untuk dapat atau berwenang melakukan figur hukum. Demikian juga halnya
dengan matinya korporasi itu diakui oleh hukum.
Keberadaan suatu korporasi sebagai badan hukum tidak lahir begitu saja.
Artinya korporasi sebagai suatu badan hukum bukan ada dengan sendirinya, akan
tetapi harus ada yang mendirikan, yaitu pendiri atau pendiri-pendirinya yang
diakui menurut hukum perdata memiliki kewenangan secara hukum untuk dapat
mendirikan korporasi. Menurut hukum perdata, yang diakui memiliki kewenangan
hukum untuk dapat mendirikan korporasi adalah orang (manusia) atau natural person dan badan hukum atau legal person. Suatu korporasi hanya dapat dinyatakan mati apabila
dinyatakan mati oleh hukum perdata, yaitu tidak ada lagi keberadaan atau
eksistensinya (berakhir) sehingga karena tidak ada lagi, maka dengan demikian
korporasi tersebut tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum atau dalam
istilah hukumnya dikatakan bahwa korporasi tersebut mati atau bubar. Hukum pidana Indonesia memberikan pengertian korporasi
dalam arti luas. Korporasi menurut hukum pidana indonesia tidak sama dengan
pengertian korporasi dalam hukum perdata. Pengertian korporasi menurut hukum
pidana lebih luas daripada pengertian menurut hukum perdata. Menurut hukum
perdata, subjek hukum, yaitu yang dapat atau yang berwenang melakukan perbuatan
hukum dalam bidang hukum perdata, misalnya membuat perjanjian, terdiri atas dua
jenis, yaitu orang perseorangan (manusia atau natural person) dan badan hukum (legal person).
2.
JENIS-JNIS KORPORSI
1.1 Korporasi Publik
Korporasi yang didirikan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas-tugas administrasi di bidang urusan
publik. Contoh, pemerintah kabupaten atau kota.
1.2 Korporasi Privat
Korporasi yang didirikan untuk
kepentingan privat/pribadi, yang dapat bergerak di bidang keuangan, industri,
dan perdagangan. Korporasi privat ini sahamnya dapat dijual kepada masyarakat,
maka ditambah dengan istilah go public.
1.3 Korporasi Publik
Quasi
Korporasi yang melayani
kepentingan umum (Public Service). Contoh, PT Kereta Api Indonesia, Perusahaan
Listrik Negara, Pertamina, Perusahaan Air Minum.
3.
Manajemen
dalam Korporasi
3.1
Secara
Vertikal, adalah sebuah keadaan dimana seluruh tahap dalam rantai suplai dimiliki oleh sebuah perusahaan
3.2
Secara
Horizontal, dimana sebuah perusahaan akan mengintegrasikan produksi beberapa
produk yang masih dalam satu tahap dalam rantai suplai.
4.
Definisi
Good Corporate Governance (GCG)
Good
Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan
perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder
khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan
untuk mengatur kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lain yang
berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu
Center
for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat
studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right),
proses, serta pengendalian, baik yang ada didalam maupun diluar manajemen
perusahaan. Sebagai catatan, hak disini adalah hak seluruh stakeholders,
bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan
yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi
manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun
pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima
informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
5. Arti penting Good Corporate Governance (GCG)
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang
efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan.
Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu
negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar,
dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang
harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan
perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan
transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum
secara konsisten (consistent law enforcement) .
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG
sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia
usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan
kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif
dan bertanggung jawab.
Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan) adalah suatu subjek yang
memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan
adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab/ mandat, khususnya implementasi
pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi
kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang
menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk
mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan
para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola
perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menunjuk perhatian
dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham,
misalnya karyawan atau lingkungan.
6. Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan
sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan
suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan
pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang
elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola
dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share
holders dan stakeholders.
Dalam menerapkan
nilai-nilai Tata Kelola Perusahaan, Perseroan menggunakan pendekatan berupa
keyakinan yang kuat akan manfaat dari penerapan Tata Kelola Perusahaan yang
baik. Berdasarkan keyakinan yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang
tinggi untuk menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa
Tata Kelola Perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit
organisasi, Perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan.
Selain acuan yang disusun sendiri, Perseroan juga mengadopsi peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari
bahwa penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan
adanya asas kepatuhan dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu
diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan.
Melalui penerapan yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh
pelaku bisnis. Dengan pemberlakukan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas akankah implementasi GCG di Indonesia akan terwujud ? Hal
ini tergantung pada penerapan dan kesadaran dari perseroan tersebut akan
pentingnya prinsip GCG dalam dunia usaha.
7. Prinsip-Prinsip Dalam GCG
7.1 Transparansi ( Keterbukaan Informasi )
Secara
sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan
prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup,
akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.
7.2 Akuntabilitas ( dapat dipertanggung
jawabkan )
Yang dimaksud dengan
akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, system dan pertanggungjawaban
elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka
akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung
jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
7.3
Responsbility (Pertanggungjawaban)
Bentuk
pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan
yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan
keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis
yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan
prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan
operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada
shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.
7.4 Fairness ( Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness)
bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem
hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya
pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan
ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi
orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan
berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti
pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger,
akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola
secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan
kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness
juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek
korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness
menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam
kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti
halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa
diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan
yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif.
Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas
hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan
perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di
antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan
lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad
baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat
terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.
8.
Manfaat Penerapan GCG
Seberapa
jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi
faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali
hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi
internasional saat ini. Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya
peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh
dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar
modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka
penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu.
Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing,
penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor
domestik terhadap perusahaan.
Di samping hal-hal tersebut di atas,
GCG juga dapat:
1.
Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang
harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada
pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan
sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa
biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
2.
Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu
sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat
bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil
seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
3.
Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat
meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan
para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan
perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan
yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka
juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan
dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
8.1 Faktor-faktor eksternal penerapan GCG
Yang dimakud faktor eksternal adalah
beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi
keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
a. Terdapatnya
sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang
konsisten dan efektif.
b. Dukungan
pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat
pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good
Government Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya
contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi
standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain,
semacam benchmark (acuan).
1.
Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung
penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan
timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi
serta sosialisasi GCG secara sukarela.
2.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat
keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti
korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi
disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang
kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat
mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.
8.2 Faktor-faktor internal penerapan GCG
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek
GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
a.
Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung
penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b.
Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada
penerapan nilai-nilai GCG.
c.
Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah
standar GCG.
d.
Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e.
Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan
langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan
mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu
ke waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar